Indari Mastuti, Sosok Writer Business Specialist Perempuan Indonesia

Kalau diminta menyebutkan nama satu perempuan yang secara bersamaan telah begitu banyak menginspirasi, memberdayakan, menularkan kemampuan, serta sekaligus menggeluti bisnis bersama ribuan perempuan lain lewat tulisan maka nama Indari Mastuti lah yang paling cocok untuk disebutkan pertama kali. Setelah karya pertamanya dimuat di media remaja nasional tahun 1996. Tahun 2004 Indari fokus menjadi penulis buku. Pengalaman menulis 60 judul buku dan puluhan artikel diberbagai media dan bergerak di bidang agensi naskah memantapkan langkah Indari untuk membuka agensi naskahnya sendiri pada tahun 2007 yang diberi nama Indscript Corp.  Jatuh bangun mengurusi perusahaan bersama dengan suaminya tidak melepaskan Indari dari perannya sebagai Ibu dari dua anak yang mengurus segala keperluan rumah tangga sekaligus berbagi peran dengan suami mengurus agensi naskah Indscript Creative.

Kemampuan dan talenta Indari di bidang menulis tidak disimpan sendiri, talenta ini ditularkannya pada banyak perempuan lain melalui komunitas perempuan yang menyukai dunia menulis. Pada bulan Mei 2010 Indari membuat sebuah grup di facebook yang menjadi tempat bergabungnya ibu rumah tangga dan perempuan lain untuk saling belajar dan berbagi dalam bidang tulis menulis. seperti yang diutarakannya “Menulis itu bukan melulu soal bakat, tetapi  ketrampilan yang bisa di asah. Aku yakin semua Ibu bisa menulis.” Komunitas ini bernama Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Komunitas ini berkembang dengan pesat hingga saat ini beranggotakan 4500 orang lebih. Di dalam komunitas ini semua boleh berekspresi dan berbagi banyak hal tentang menulis dengan santun. Indari telah berhasil menginspirasi, memberdayakan dan menumbuhkan kepercayaan diri bagi para anggotanya sehingga puluhan buku telah diterbitkan dan berbagai tulisan dari para anggotanya telah berhasil muncul di berbagai media cetak maupun elektronik. 

Kerja keras dan fokus Indari pada dunia menulis dan pemberdayaan perempuan ini telah mengantarkannya meraih berbagai penghargaan. Antara lain sebagai Perempuan Inspiratif Nova 2010, finalis Kusala Swadaya 2011, sebagai juara 2 Wirausaha Muda Mandiri tahun 2012, Perempuan Terinspiratif Indonesia versi majalah Kartini 2012, finalis Wanita Wirausaha Femina 2012, juara 3 Kartini Awards 2012, finalis Kartini Next Generation 2012, sebagai 100 Perempuan Pilihan Indonesia mengubah dengan Cinta SunLight 2013, juara 1 Sekar Womenpreneur 2012 dan Superwoman Indonesia 2014. 

Passion menulis masih terus menjadi “nyawa” dalam menggerakkan setiap langkah yang diambil Indari. Pada tahun 2013, Indscript Corp bermetamorfosa menjadi dua lini besar yaitu jasa copywriting dan personal branding. Bergerak di bidang yang belum terlalu banyak pesaing dan kepercayaan dari berbagai relasi yang telah diraih sebelumnya membuat Indari dan Inscript Corp lebih cepat berhasil menggaet kerjasama dengan beberapa perusahaan. Sebut saja Bank Mandiri, ISIC Indonesia, Touch Point, FE Unpad, Talkmen.Com, Zeti Arina, Tinker Games, RS. Muhammadiyah, Brownies Amanda, Hypernet serta The Big Price Cut adalah beberapa dari perusahaan yang telah memakai jasa Indscript Corp. Beberapa penerbit besar tanah air juga bekerja sama dengan Indscript seperti Gramedia Pustaka Utama, Galang Press Group, Elex media Computindo, Caesar Publishing, Mizan dan banyak lainnya. 

Keberanian, kerja keras serta konsistensi Indari di dalam menggerakkan Indscript Corp dan posisinya sebagai penulis, pebisnis tulisan dan trainer di dalam bisnis penulisan telah menjadikannya sosok perempuan yang sangat kuat sebagai Writer Business Specialist. Sosok pembelajar yang berkarakter kuat, religius serta memiliki banyak cinta ini selalu berkeyakinan bahwa sebuah tulisan akan mampu mempengaruhi dan mengubah pemikiran hingga tindakan pembacanya. Melalui tulisan Indari telah mewujudkan mimpinya menjadi penulis- Writer Business Specialist, mengedukasi ribuan orang, memberdayakan para perempuan serta berkontribusi lebih pada masyarakat. 

Waktu Yang Tepat

Pekerjaan sebagai anestesiologist (dokter anestesi) seringkali menempatkan kami dalam kondisi yang ‘sulit’.

Pekerjaan melakukan resusitasi, bantuan napas (napas buatan),pijat jantung luar/ dalam, DC shock (kejut jantung) hampir menjadi makanan sehari-hari. Berhadapan dengan pasien dalam kondisi kritis, yang berjuang antara hidup dan mati seakan sudah menjadi hal biasa. Keadaan ini kadang terasa ‘berbahaya’ karena bila semua seakan sudah menjadi suatu konsekuensi dari pekerjaan, tugas dan tanggung jawab, peran perasaan menjadi hampir sirna, semua dilakukan sebagai suatu rutinitas semata.

Ketika melakukan resusitasi, yang menjadi target adalah ‘menghidupkan‘ pasien kembali. Semua upaya dikerahkan, mulai dari pemberian cairan infus, obat-obatan standar sampai yang berfungsi memicu kerja jantung, melakukan pijat jantung dan pemberian napas buatan dilakukan dengan satu tujuan tadi.

Nah, yang sering terjadi adalah kami ini lupa bahwa Pemilik Kehidupan ini adalah Allah SWT yang mempunyai hak penuh atas nyawa umatnya. Kapan saja Dia hendak memanggil kembali umatnya, tiada siapapun yang bisa menahan, termasuklah segala upaya resusitasi tadi. Situasi sering tidak kondusif, dibeberapa rumah sakit, selama tindakan resusitasi keluarga berada tidak jauh dari pasien yang sedang diresusitasi, yang dengan penuh tangis dan harap menghaturkan doa pada Sang Khalik untuk kesembuhan hamba Allah yang dikasihinya ini.

Jadi, seringkali aku mengingatkan diri sendiri untuk ‘tahu batas’ dan ‘tahu kapan harus berhenti’ dari segala upaya penyelamatan ini dan dengan ikhlas membiarkan Allah SWT mengambil hambaNya kembali atau tetap terus melakukan resusitasi.

Proses ini sangat tidak mudah, perasaan gagal dalam memberi pertolongan, apalagi ada kaitannya dengan integritas profesi, membuat kami sering menjadi tidak realistik ( kalau tidak mau disebut ngotot melakukan resusitasi terus!!). Sebenarnya telah ada SOP kapan harus menghentikan tindakan tersebut, tapi… inilah butuh keikhlasan, kebesaran hati serta tindakan yang didasari pikiran yang realistik.

Saat ini, dengan keyakinan bahwa Allah SWT selalu memberi yang terbaik bagi hamba yang dikasihiNya, membuat proses ini berjalan jauh lebih ringan. Ada kalimat bijak yang rasanya tepat untuk kondisi ini:
Know when to move on. Know when to let go and when to walk away,

You Are What You Do

Photobucket

Judul tulisan di atas, kalau diterjemahkan sesuai dengan kalimat bijak yang sudah sangat sering kudengar “dirimu adalah sesuai dengan apa yang engkau lakukan”.

Baru-baru ini kalimat tersebut sempat menggelitik benakku. Sudah sering didengar dan sudah tahu pula letak benarnya, namun semakin lama direnungkan semakin banyak benarnya. Semua tindakan,semua keputusan dan perbuatan yang kita lakukan seketika itu juga akan berdampak pada lingkungan sekitar dan diri sendiri. Ini letak pentingnya. Keadaan ini seperti (maaf,meminjam istilah) menjadi seperti instant karma.

Bila kita egois dan manipulatif pada orang lain maka akan berdampak buruk dan berbalik pada diri sendiri, bila kita penuh kasih dan perhatian pada orang-orang di sekitar akan terasa balasannya baiknya. Saya termasuk orang yang percaya bahwa balasan/ reward untuk semua tindakan itu akan datang dengan segera.

Percaya deh, ini bukan ancaman tapi sekedar hasil observasi saja. Kalau berbuat baik akan mendapat kebaikan, dan kalau berbuat buruk akan segera mendapat balasan keburukan pula.

Coba kita perhatikan wajah-wajah di sekitar kita, mereka yang selalu menebar senyum, kasih dan kebahagian pada sekitarnya, akan ada garis senyum dan tawa di wajahnya. Tatap wajah-wajah yang penuh dengan keegoisan, hobby mengertak, mengancam dan memarahi, arogan, namun sebenarnya penakut dan pencemas maka ada garis kepedihan, kemarahan dan ketakutan yang terlihat.( wah.. jadi ahli garis wajah nih)

Garis-garis yang terpatri di wajah ini tidak hapus oleh segala krim penghalus wajah atau operasi plastik. Garis ini ada, sesuai dengan apa yang kita kerjakan,bertahun-tahun…. dan pastinya sesuai pula dengan yang dapat dibaca di mata masing-masing (bukankah mata itu jendela hati?).

Jadi, yuuk kita mulai upayakan,
Do the Right Thing, Every Time. We’ll Know What It Is.

Me and My Time

Sahabatku, pernah sempat punya waktu untuk diri sendiri ?

Pertanyaan yang biasanya sulit dijawab untuk sebagian besar wanita dan para ibu.

Peran multitasking yang terlanjur melekat pada diri wanita dan para ibu seringkali membuat kita merasa tidak dapat, tidak sempat atau malah sedikit merasa bersalah kalau kemudian sesekali mempunyai waktu untuk diri sendiri, mengingat begitu banyak tugas yang harus, belum atau malah tidak akan pernah terselesaikan. Urusan-urusan rumah tangga yang tak pernah putus, mengurus keperluan anak-anak, keperluan suami, masalah si-mbak, bibik dan supir yang tiba-tiba mau berhenti bekerja.
Wanita bekerja dengan urusan pekerjaannya, tugas–tugas dari atasan yang selalu dikejar deadline, memimpin rapat, dll. Buat wanita yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, urusan membuat makalah, presentasi ,tugas-tugas mengajar, meneliti, dll.. dll…, hanyalah sebagian kecil peran wanita dan ibu yang rasanya seakan tak pernah habis–habisnya walau terus dikerjakan.

Berapa banyak wanita dan ibu yang seringkali diam-diam, sedikit merasa bersalah bila sekali-kali memanjakan dirinya dengan mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, ya…!! Benar-benar waktu untuk diri, hanya dia dan dirinya sendiri, walau tak terungkap secara jelas, saya yakin pastilah persentasenya cukup signifikan.

Padahal… menurut para pakar inspirasi dan pengamat kehidupan, 5 -15 menit waktu yang kita habiskan hanya berdua saja dengan diri sendiri adalah waktu yang amat sangat berharga. Waktu yang sering kusebut sebagai me and my time, itu bisa saja hanya diisi dengan duduk diam, atau melakukan sesuatu yang benar-benar between me and my soul.

Seorang sahabat pernah mengomentari kebiasaan me and my timeku, katanya, “Ayolah, dunia tidak akan berubah kalau kamu hanya duduk diam tanpa berbuat sesuatu, jadi segeralah bertindak, jangan hanya berdiam diri seperti itu”. Wah, belum tahu ya? kalau dari duduk diam begini banyak ide dan kontribusi pada kehidupan yang bisa dihasilkan…

Jadi,.. rasanya tidak berlebihan kalau kita bisa bilang : Stop!, I need me and my time first…

Apa yang sahabatku lakukan?, me and my time-ku adalah saat ketika duduk membaca buku, novel, jurnal atau apa saja bahan bacaan dengan ditemani secangkir kopi panas dan peyek kacang, hhmm… benar2 bisa menenangkan pikiran dan merecharge kembali semangat baru.

Photobucket

Janji

Photobucket

Janji

Kapan ya terakhir kali kita membuat janji pada diri sendiri?
Barusan…, tadi malam, kemarin, seminggu… atau setahun yang lalu?

Kalau aku sering sekali berjanji pada diri sendiri, hampir tak terhitung banyaknya, mumpung nggak ada yang tahu dan nggak bakal ada yang menagih janji itu kecuali diri sendiri dalam bentuk rasa bersalah bila janji tersebut tidak terpenuhi. Janji pada diri sendiri itu tentunya sering karena ingin berubah menjadi manusia yang lebih sabar, lebih positif, lebih bahagia dan lebih sukses dalam segala aspek yang dikerjakan.

Sudah kodratnya manusia menjadi makhluk yang ingin selalu berbagi. Kebahagiaan, kesuksesan, kesedihan dan kegagalan rasanya lebih enak bila dibagi dengan orang-orang yang dianggap dekat.
Ada satu hal yang menurutku musti agak berhati-hati atau malah sebaiknya tidak untuk dibagi dulu… dengan yang lain, yaitu janji-janji yang kita buat dengan diri sendiri.

Hal-hal baik dan positif yang aku janjikan dan sedang diupayakan dengan diri sendiri biarlah menjadi rahasia berdua antara me and myself. Tidak semua orang akan senang dan menanggapi positif bila kita utarakan hal ini. Bukan karena berprasangka negatif terhadap pendapat orang lain, tetapi lebih pada sikap berhati-hati saja. Dan kalau pada akhirnya kita benar-benar berubah menjadi pribadi yang lebih baik, biarlah perubahan itu terjadi natural tanpa adanya propaganda atau pernyataan dari kita sebelumnya. Jadi daripada asyik membuat janji pada diri sendiri, segera saja mulai upayakan untuk memenuhi janji tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan ikhlas, ringan dan bahagia, tanpa perlu memberitahu siapapun.

Simpan janji tersebut sesuai pepatah : Keep It Under Your Hat

Cinta ber-Logika

Photobucket

Cinta buta…itu biasa,
Cinta mati…itu sudah sering didengar,
Cinta ber-Logika… nah ini dia yang bikin bingung,
Bukankah cinta itu soal rasa?

Perkenalan, persahabatan, silaturahmi antara dua insan manusia berlainan jenis yang diawali dengan adanya kecocokan, rasa saling membutuhkan, saling mengisi kekurangan dan saling mengapresiasi sangat mudah diprediksi akan berlanjut pada suatu pola hubungan Cinta.

Keadaan kedua insan yang sedang jatuh cinta ini tidak selalu dalam kondisi yang memungkinkan mereka untuk dapat melanjutkan hubungan dengan setting “cinta standar” yang ada. Di sinilah kemauan untuk Jujur dan mengedepankan Logika menjadi sangat berperan. Kemauan untuk melihat semua keadaan dan kemungkinan arah cinta ini ke depan secara nyata menjadi sangat penting. Dan kemudian secara sadar dan jujur dapat mengambil keputusan yang benar.

Cinta yang tumbuh tidak seharusnya dikamuflase dengan setting-seting cinta lainnya, sekedar untuk mencari kemungkinan lain demi mempertahankan hubungan. Sehingga tidak ada yang merasa disakiti, tersakiti atau sekedar merasa tidak nyaman. Masih sanggupkah dan pantaskah kita untuk berbahagia di atas kesedihan orang lain yang mungkin tersakiti dengan hubungan ini?

Mengutip kalimat seorang Ulama Agung :
Orang -orang yang suka berkata Jujur akan mendapat tiga hal :
Kepercayaan, Cinta dan Rasa Hormat.
( Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a )

Inilah Cinta ber-Logika ,menurutku.

Foto “Bunga Pink” kali ini diambil di Mona Valley, sebuah taman indah,di Christchurch, pada tgl 11-Nov-2008

Pohon Besar dan Rumput Kecil

Photobucket

Salah seorang promotor yang mempunyai banyak nasehat seringkali mengingatkan akan datangnya berbagai hantaman masalah sebagai bagian dari apa diraih saat ini. Hasil yang dicapai bisa jadi sangat membanggakan dan membahagiakan pasangan, orangtua, keluarga, teman2 dekat/ seprofesi, lingkungan kerja dll, namun dapat pula merupakan hal yang tanpa benar-benar disadari akan membuat iri dan rasa tidak nyaman pada sebagian orang yang lain.

Hal ini selalu berjalan beriringan bak dua sisi mata uang, sulit sekali untuk membahagiakan yang satu tanpa membuat rasa tidak nyaman pihak yang lainnya. Maka… cukuplah menenangkan hati dengan meyakini bahwa apa yang dijalani ini berniatkan baik, bertujuan memberi manfaat dan hanya untuk mencari ridha Allah SWT.

Dan ketika hantaman cobaan itu akhirnya benar-benar datang, beliau hanya tersenyum arif dan berkata:

Mau memilih yang mana? menjadi Pohon Besar yang memberi banyak manfaat namun menuai badai besar atau Rumput Kecil yang terlindungi namun diinjak-injak?

Foto ini diambil di sebuah taman di London, dekat London Bridge, 2006

Manusia Dinamis

Photobucket

Oleh Cindy Nugroho, Jakarta, 2 April 2009

Perjalanan dalam rangka presentasi ilmiah dan sekaligus mengajar di sebuah universitas di daerah Indonesia timur kali ini terasa berbeda dengan perjalanan presentasi sebelumnya. Setiap kali memberikan presentasi ilmiah dengan topik yang kurang lebih sama, saya selalu telah sangat siap mendengarkan pertanyaan, bantahan maupun argumentasi tajam mengenai topik yang saya sampaikan.
Topik yang saya sampaikan memang bukan topik biasa. Ada paradigma baru yang coba disampaikan, yang sangat berbeda dengan paradigma lama yang selama ini dianut. Sesuatu yang dulu diyakini sebagai lawan sekarang ternyata menjadi kawan yang bisa memberi banyak manfaat.
Berbagai reaksi muncul menanggapi hal ini, satu hal yang hampir selalu terjadi dan menjadi catatan saya adalah bahwa “pola pikir ilmiah” seseorang akan sangat mempengaruhi reaksinya dalam menerima hal baru. Pola pikir ilmiah yang dewasa biasanya terdapat dalam Manusia Dinamis.

Manusia Dinamis peka dan terbuka
Manusia Dinamis mengerjakan hal baru
Manusia Dinamis selalu ingin tahu dan selalu ingin mencoba
Manusia Dinamis selalu bergerak,berpikir, merenung…
Manusia Dinamis mengutamakan proses
Manusia Dinamis menarik gagasan dari sekitar
Manusia Dinamis merubah gagasan kecil menjadi gagasan besar
Manusia Dinamis membaca, berbincang dan pandai mendengarkan
Manusia Dinamis menaruh minat kepada banyak hal dan diminati banyak orang
Manusia Dinamis berpikir kreatif dan percaya diri
Manusia Dinamis tidak berkecil hati, tidak mengucilkan diri
Manusia Dinamis tidak berbesar hati ketika pendapatnya dijadikan patokan, namun berjiwa besar jika pendapatnya tidak diterima orang.

Pilihan

Photobucket

Oleh: Cindy Nugroho, Jakarta 25 Maret 2009

Perbincangan dengan seorang teman seperjalanan menjadi ajang tukar pikiran yang menarik dan saling memperkaya nurani. Topik tak sengaja kami kali ini adalah mengenai ‘Pilihan’ yang senantiasa menyertai setiap langkah kehidupan manusia. Tampaknya semua yang hidup akan selalu berhadapan dengan berbagai pilihan hidup yang sukar untuk dielakkan.

Mengambil suatu pilihan sungguh tidak mudah, manusia dilatih sedikit demi sedikit oleh didikan keluarga (kalau tidak mau dibilang “gen keluarga”), lingkungan, budaya, agama, pendidikan dan berbagai masalah yang menghampirinya untuk bisa dan menjadi berani mengambil pilihan yang tepat bagi dirinya sendiri.

Sekali pilihan diambil, resiko kegagalan dan keberhasilan akan menjadi satu paket. Jangan pernah mundur setelah menentukan pilihan, sebab pelajaran kemajuan datang bukan dari keberhasilan tapi dari kegagalan demi kegagalan.

    *Foto “Jalan yang indah” ini diambil oleh suamiku tercinta Nugroho disebuah taman di Chirstchurch, New Zealand, tanggal 1 November 2008 pukul 16.09 waktu setempat.